Selasa, 27 Juli 2010

Mengapa Orang TERSESAT ?

DALAM berbagai forum pengajian, banyak jama'ah yang bertanya, mengapa orang bisa tersesat ?
Mengapa orang-orang yang melecehkan Al-Qur'an, yang menghalalkan perkawinan sesama jenis ( homo dan lesbian ), adalah juga orang-orang yang berpendidikan ? ADA APA DENGAN MEREKA?

Untuk menjawab itu, ada baiknya kita memperhatikan sejumlah ayat Al-Qur'an sebagai berikut :

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِيَ آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ
مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
( QS Al-A'raf 175 - 176 )

Ayat ini menjelaskan orang-orang yang sebenarnya sudah menerima ayat-ayat Allah, sudah memahaminya, tetapi dengan sengaja dia meninggalkan semua kebenaran itu. Faktor-faktor duniawi, hawa nafsu, menjadi pendorong untuk meninggalkan kebenaran. Cara melepas kebenaran adalah laksana ular yang melepas kulitnya, dan menggantinya dengan yang baru. Kebenaran yang selama ini dia terima, seperti tidak berbekas sama sekali. Dia lebih memilih hawa nafsu, ketimbang kebenaran. Perumpamaan manusia-manusia jenis ini adalah laksana anjing.

Para pemuja nafsu dunia ini memang akan tertutup hatinya dari kebenaran. Meskipun berbagai hujjah ditunjukkan pada mereka. Namun, hawa nafsu telah membutakan mata hatinya. Allah menjelaskan tentang manusia pemuja hawa nafsu semacam ini:




23 Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ


24 Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُم بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
25 Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain dari mengatakan: "Datangkanlah nenek moyang kami jika kamu adalah orang-orang yang benar." وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ مَّا كَانَ حُجَّتَهُمْ إِلَّا أَن قَالُوا ائْتُوا بِآبَائِنَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
( QS Al - Jaatsiyah : 23 - 25 )

Namun, kaum yang sesat bukan hanya soal hawa nafsu. Ada juga yang tersesat karena ketiadaan ilmu.

103 Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً
104 Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً
105 Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْناً
(QS Al Kahfi : 103 - 105 )

Manusia-manusia jenis ini tersesat karena tidak tahu mana yang salah dan mana yang benar; mana yang iman dan mana yang kufur; mana tauhid dan mana syirik, mana al ma'ruf dan mana al munkar. Karena kebodohannya semacam itulah, maka seseorang bisa tersesat.
Karena itulah, manusia diperintahkan untuk mencari ilmu, agar tahu mana yang benar dan mana yang salah.
Ilmu adalah cahaya, dan kebodohan adalah kegelapan. Tanpa cahaya, manusia tidak dapat membedakan antara kebenaran dan kebathilan.
Rasullullah SAW. mengingatkan : " Termasuk diantara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah tergelincirnya orang alim ( dalam kesalahan ) dan silat lidahnya orang munafik tentang Al Qur'an (HR. Thabrani dan Ibnu Hiban ).

Orang pintar bisa saja keliru, apalagi jika dia merasa pandai, padahal sebenarnya dia tidak memahami agama dengan baik. Dia sudah dijangkiti sikap sombong, tidak tahu diri, sehingga enggan bertanya kepada orang alim.
Kadangkala, mungkin dia sudah merasa sebagai seorang mujtahid, dan kemudian merasa mampu menfsirkan Al Qur'an dengan semaunya sendiri. Padahal, ilmunya dalam bidang syari'ah
Islam sangat jauh dari memadai.
Dia belum pernah menulis satu kitab-pun tentang ushul fiqih, tetapi sudah berani mencerca Imam asy Syafii.

Saat in, banyak orang yang merasa lebih hebat dari para ulama madzhab, hanya karena merasa sudah mendapat gelar doktor atau profesor dalam bidang politik, sejarah, pendidikan, dsb. Padahal, ilmu agamanya masih jauh dari memadai jika dibandingkan dengan para ulama tersebut. Sayagnya para doktor, profesor ini tidak mau belajar tentang agamanya ( Islam khususnya ) dan tidak mau mengakui kelemahan ilmunya. Fenomena semacam inilah yang bisa dikatakan sebagai " sikap tidak tahu diri ".

Untuk itu agar kita selamat dunia dan akhirat, maka kita wajib " tahu diri ". Jika tidak tahu satu bidang tertentu, apakah ilmu tafsir, ilmu hadits, ushul fiqih dan sebagainya, maka sebaiknya kita tidak jumawa untuk bertanya dan merujuk kepada para ahlinya. Jika tidak tahu masalah fiqih, maka tidak semestinya kita mengeluarkan fatwa tanpa merujuk kepada para ahlinya. Dengan cara itulah kita senantiasa belajar, dan ilmu kita pun - InsyaAllah - akan terus bertambah dan menjadi ilmu yang bermanfaat.
( masnawibalam- al Imam ghozali ibnu Mohammad Nawawi Badri al matnoor disarikan dari ar-ris.86/viii- 0728'10 )